Rabu, 18 Februari 2015

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

CERPEN: Gara-gara kehabisan bensin

Karya Rana Pratama

Malam itu,sekitar pukul 23.11 WIB,gerimis. Butiran jarum jarum gerimis itu mencambuki permukaan jalan aspal. Jalan itu tampak bersinar. Karena air hujan yang tergenang di aspal terbias cahaya lampu jalan. Malam itu sunyi,sepi. Orang orang sudah mengurung diri di rumahnya dan berbaring di atas ranjang--terlelap dalam mimpinya. Oki dan pacarnya,Rina. Mereka berboncengan mengendarai motor maticnya. Dari kejauhan,motor matic itu melaju kencang,kemudian perlahan,dan ketika berada di pertigaan tiba tiba motor itu berhenti.           

Rupanya motor ini kehabisan bensin,kata Oki dalam hati. Ah,sial!          

"kok berhenti, yank?" Ujar Rina.          

"Bensinnya abis"          

"kamu sih, Keras kepala!. Tadi kan udah di bilangin,supaya ngisi di pom bensin dekatnya rumah Ani,tapi kamu malah.... ah!" Kata Rina Kecewa. "Sekarang gimana?"          

Mereka baru saja pulang setelah Menjenguk Ani,temannya, yang sedang sakit karena kecelakaan.  

"Aduh, bagaimana yah?, lha wong ini sudah terjadi" Kata Oki,menyesal.

"Maaf ya,sayang"Pandangan mata oki pun tertuju pada pos ronda yang ada di depannya.          

"turun dulu,yank" Kata Oki.          

Oki pun menuntun motor menuju pos ronda. Di belakangnya Rina berjalan kaki,Mukanya di tekuk. Kesal. Di pos ronda itu mereka singgah,dan melepaskan jas hujannya. Kemudian mengibas ngibaskannya.         

"tunggu hujan berhenti,yank" Kata Oki.
          

Rina mengangguk.          

"senyum donk" Oki mengusap pipinya rina yang tembem.          

"Kita nggak bisa pulang?" Tanya rina.          

"entahlah" Kata Oki. "aku juga tidak tau. Tapi,kalo hujan nggak reda reda,kita akan             

bermalam di sini Dan kalo hujan berhenti, kita akan menuntun motor ini menuju POM Bensin,mungkin 1 KiloMeter"          

Rina mengangguk."kau ingat, janji kita dulu, bahwa apapun yang kita alami,kita akan selalu bersama?" Kata Oki.          

Rina kembali mengangguk,lalu tersenyum. Kemudian Oki merangkul bahunya Rina. Mereka berpelukan.            Air Hujan terus berjatuhan,semakin reda,mencambuki apa yang ada di bawahnya. Mereka terus menunggu,memandangi air hujan yang berjatuhan. Mereka ngobrol,bercerita tentang hal yang tak seharusnya di ceritakan. Ibarat kata mereka ngumpluk. Tapi ini hanya sekedar Menghangatkan suasana yang kian mencekam.           

Selang beberapa waktu,mereka diam,mereka hanya berbicara dengan diri masing masing,matanya tertuju pada rintik hujan itu. Hening.
         
"aku takut" Kata Rina.          

"tenanglah sayang,takkan ada apa apa kok. Percayalah"          

Rina bersandar pada bahu Oki.           

"Sudah jam 11.47" Kata Rina."Hujan belum reda juga"          

"Sabarlah"          

"sabarnya aku ada batasnya"         

"aku juga tau itu. Kau ngantuk?"           
"sedikit"           

"Tidur dulu nggak apa apa. Aku akan menjagamu kok."          

"Terimakasih sayang"          

Rina pun memejamkan mata.            Kini Oki masih terjaga. Matanya terus memandangi rintik hujan itu. Tanpa henti. Dalam hatinya ia,tampak gelisah,dan berkata: kapan ini akan berakhir?,kapan terangnya?,apa kami bisa pulang?,ah!          

Oki memandangi sekitarnya. Semuanya tampak sepi. Entah kenapa tiba tiba bulu kuduknya meremang. Merinding. Berdiri tegak.
          
Pikiran Oki melayang. Entah kemana. Fantasi liarnya menciptakan bayang bayang kisah yang menakutkan. Menyeramkan. Pocong,kuntilanak,dan hantu hantu lainnya begitu terlintas di benak Oki. Dia berusaha membuyarkan apa yang terbayang di benaknya. Namun sulit. Bulu kuduk Oki jadi meremang. Merinding.           

Ah,tidak!, kata oki dalam hati. Tolong lepaskanlah,aku takut untuk memikirkannya. ih!         

Setelah semua macam hal tentang hanya yang sebelumnya begitu menguasai bayang bayang oki. Kini bergantilah dengan tempat yang menyeramkan. Tempat yang penuh aura mistisnya. Tempat para nyawa melayang. Tempat Hantu hantu itu gentayangan. Jalan raya,rumah kosong,pabrik tua,gudang,sekolah,dan..., Ah,tidak!           

Detak jantung  Oki tiba tiba berdetak lebih kencang dari biasanya. Suhu tubuhnya memanas. Dia teringat sesuatu,dia teringat betul kejadian itu. Sebuah kejadian yang menyelinap di memory otaknya. Dan sebuah kejadian yang membuat dia,sekarang jadi merinding.
         
Astaga,pertigaan ini kan,pertigaan ini kan,aduh. jangan jangan....,kata Oki dalam Hati.          Ingatannya membawanya ke sebuah peristiwa dan kejadian yang  memilukan, menyeramkan, sekaligus membuat dia lebih berhati hati. Mungkin,sekitar 1 tahun yang lalu.

***         

Suatu sore,belasan pemuda,yang umurnya kitaran 16,17,18,dan 19 tahun ini,warga compleks pertigaan,nongkrong di pos ronda yang letaknya berada di siku kiri pertigaan. Mereka tampak menikmati suasana sore yang begitu ramai,terang,dan indah. Langit di atas tampak jingga. Berbagai macam kendaraan melewati pertigaan ini. Motor,mobil,dan truk. Paling banyak motor. Ada yang melaju dari arah utara,lalu belok ke kanan/barat. Ada juga dari arah kiri/timur menuju ke arah utara. Begitu juga sebaliknya.           

Belasan pemuda itu tampak senang menghabiskan senja yang indah. Mereka ketawa,cekikikan,bercerita tentang apa yang baru mereka alami,sebuah kejadian ketika berada di sekolah. Ketika bahan obrolan itu habis,mereka lalu membicarakan tentang pengendara motor yang lewat. Mereka begitu bersorak,ketika seorang cewek yang seksi mengendarai motor matic,dengan memakai rok mini,lewat. Dan mereka tertawa ketika pasangan tua,kakek dan nenek,mengendarai motor 75. Yang menimbulkan asap dan suara yang tidak enak. Dan mereka mentertawainya.           

Truck Molen dari arah utara menuju selatan,melaju dengan kencang. Sangat kencang. Tak mengira apa yang akan terjadi. Mereka terus terlelap dalam ketawanya. Dan ada yang aneh dengan truck ini. Biasanya kendaraan yang lewat mengerem di posisi 10 meter sebelum pertigaan. Namun truck ini terus melaju. Kencang.           

"lari ! ! !, ntar ketabrak! ! !" Sahut seorang pria separuh baya yang berkopiah,mengenakan baju koko,dan sarung yang mencurigai             Namun para pemuda itu diam. Tak menghiraukannya. Mungkin mereka tak mendengarnya. Atau mungkin,barangkali suara pria separuh baya itu lirih. Seolah,suara itu tak terdengar. Namun bergetar mengikuti membusan angin.
        

Nasib malang menghampiri mereka dan seolang menyapanya:"hay kawan? mau jadi temanku?"         Truck molen yang melaju kencang itu kemudian menerjang apa yang ada di depannya. Yang menghalangi jalannya. Sementara itu sopir truck molen,tampak panik,membanting stir kemana saja,dan pada akhirnya,truck molen itu menabrak belasan pemuda juga. Ada yang hampir berlari. Namun tetap terterjang. Mereka semua terpental. Ada yang menghantam gerbang rumah warga. Ada sebagian tubuhnya,kepalanya remuk,kerena tertelindas roda depan truck. Dan truck itu akhirnya berhenti setelah menabrak tiang listrik.           Semua tampak diam. Bisu. Hening. Tak ada suara. Dan selanjutnya,gaduh dan tangisan seolah seperti soundtrack peristiwa yang memilukan ini. Tangisan para remaja yang selamat mengantar kepergian kawannya. Dan ibu ibu yang lewat ikut nangis. Ngeri melihat pemandangan yang ada di depan matanya. Dan anak anak yang lewat itu menangis,karena takut akan kejadian itu. Ketakutan. Dan merengek rengek. Kala menyasikan pemandangan itu. Korban yang masih bernyawa di tolong. Di bawa mobil yang kebetulan lewat pertigaan itu. Korban yang tak bernyawa dan berceceran pun di biarkan begitu saja. Hanya di tutupi lembaran koran.

***           

Bulu kuduk Oki meremang. Tak kala mengingat kejadian ini. Tepat di pertigaan ini. Tepak di depan pos ronda ini kejadian itu terjadi. ih,serem,bathin Oki.           

Sesosok pria yang memakai jaket hitam itu terlihat berjalan dari arah utara tampak mendekati Oki. Pria itu berjalan tengahnya rintik hujan. Cepat. Bau amis begitu menyengat. Lalu Oki meludah. Dan pria yang memakai jaket hitam itu  lalu berteduh di pos ronda tempat oki singgah.           

"dari mana mas?" Tanya Oki.          

"dari rumah" Katanya. "lho. kamu di sini ngapain?"          

"ini kehabisan bensin" jawab Oki. " mas ngapain? malam malam begini kok keluar. Dingin lagi"          

"ini mau pesta."           

"pesta?"            

"ya, pesta. Sebentar lagi teman temanku juga datang"            

"emang pesta apa?"            

"perayaan hari maut kami"            "hah?"           

Oki merinding lagi. Bulu kuduknya meremang Jantung berdetak kencang. Dan suhu tubuhnya memanas.Tiba tiba kepala pria itu terbelah. Dan otaknya keluar. matanya melotot kelur dan bernanah.. Di ikutinya darah yang keluar. Amis.           

Seketika Oki pun pingsan.

Purbalingga, Desember 2013

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

CERPEN: Dia menangis

Karya Rana Pratama

Sebelum memasuki kelas,kulihat lampu koridor kelas masih menyala. Langsung saja kuhampiri saklar yang letaknya di samping pintu dan memencet tombol OFF. Dan ketika memasuki kelas,tiba tiba mataku tertuju pada kerumunan perempuan itu,lalu mendekatinya,penasaran. Kerumunan perempuan itu berada di bangku paling timur samping jendela,nomor dua dari depan. Tampak sinar matahari menembus kaca lalu menantul ke meja.

Vivi,nanda,ira,dewi,dan fika,sedang berkerumun. Entah siapa yang sedang di dirubunginya. Kudengar ada yang sedang menangis. Siapa?. Dari tangisannya,aku hafal.  Semoga saja pendengaranku masih benar. ya,tangisan itu,suara itu,aku tahu. Suara yang lembut dan menggetarkan hatiku. Suara yang membuatku jatuh hati padanya. Dan suara yang menjadi sumber kecrewetannya. Ah,itu suaranya Lia,Kekasihku.

Cepat cepat aku langsung menjauhi kerumunan itu. Perasaanku tak karuan. Berantakan. Seolah semua macam rasa berkumpul di dada ini. Pahit,masam,kecut,datar,kelu,gugup,dan getir. Dadaku sesak. Jantungku berdetak kencang. Kemudian,keringat mengucur ke seluruh tubuhku. Aku merasa bersalah. Berdosa. Aku yang menyebabkan dia menangis.

***

Di depan R-TWO Cafe. Dia melihatku ketika aku mengendarai motor matic dan di bocengi selingkuhanku. Kemudian di berlari mengejarku dan berteriak. Entah berteriak apa. Tak jelas. Sebab suasana lalu lintas semprawud. Bunyi rauangan macam kendaraan dan klakson yang menyatu,pada akhirnya menjadi  bising. Pada saat itu aku langsung gaspoll saja. Kencang.

Kulirik Spion. Dia duduk tersimpuh di trotoar. Dia menangis. Lalu di dekati temannya,mereka berpelukan. Perasaanku benar benar tak karuan. Maafkan aku,Lia. "siapa dia?" tanya selingkuhanku curiga. "mantanku"

Pada saat situasi begini aku harus berbohong. Semoga saja dia mempercayainya.

"benarkah?" Aku diam. Aku pura pura tak mendengarnya. "Apa?"

"dia menghinamu,mengatakan yang jelek,jelek. dia bilang,kau itu penipu omdo,munafik,pemberi harapan palsu,playboy,wadon1,dan buaya darat." "ah,kau. tak usah dengar dia. dia gila"

Aku tertawa.

"hah?"

"dia susah move on dariku. makanya begitu. padahal aku sudah move on dari dia. tapi dia?"

Aku tertawa lagi. "dia terlalu mencintaiku. tapi apalah, dia benar benar egois. ke kanak kanakan."

"Kasihan dia"

"ah,sudahlah. Jangan membahas masa lalulu. Aku tak kuat membayangkannya."

"aku cuma nanya. tak lebih,maafkan aku,yank"

"kalo mau nanya,lebih baik jangan nanya yang aku hindari. sakit."

“Iya. Maafkan aku”

"Sudahlah nikmati saja kebersamaan ini."

Dia memeluk erat erat dari belakang. Dadaku langsung berdebar. Aku gugup. Pada malam harinya dia berkali kali mengirim sms dan menelopon. Namun aku tak membalas dan mengangkatnya. Intinya dia sakit hati. Dan terakhir dia sms,"tak peduli mataku bengkak. Tak peduli aku kehabisan air mata. Tak peduli aku menangis sampai buta. Yang penting kau harus tau,aku begini karenamu. Semoga kau mengerti,sayang."

***

Hendra,duduk di belakang bangkuku. Dia sedang menulis remidial kimia. Soal dan jawaban ulangan 50 X.

"sudah selesai?"

"belum"

"ndra,dia sih kenapa?" Aku menggelengkan kepala ke arah kerumunan itu.

"menangis" jawabnya datar.

"maksudku,dia kenapa menangis?"

"ngga tau lah, kan aku bukan dia"

"pancen2"

"heh!" Katanya dengan nada tinggi.

"kau tau,apa yang sedang aku kerjakan ini?" Sambil menunjukan kertas folio yang berisi deretan rumus kimia dan angka. Aku mengangguk.

"di bantu lah,malah mengganggu dengan pertanyaan nggak penting itu"

"nggak segitunya kali." Kataku lalu terkekeh. "jangkrik dulu"

"ah,kau. taunya cuma duit,kerja dulu dong,baru di bayar" Aku tertawa.

"nih" Dia memberikan uang 10.000, kertas folio,dan bollpoint.

***

Ketika baru menulis 10 nomor,aku berhenti. Guna melemaskan persendianku yang mulai kaku. Jam dinding menunjukan pukul 06.59. Mentari mulai merayap naik. Sebentar lagi bel akan berbunyi. Sudah 15 menit aku menulis ini,kapan selesainya? argh! ! ! Aku menatap ke arah jendela. Neni masih saja menangis. Entah sudah beberapa liter air mata yang ia keluarkan. Kini beberapa orang yang mengerumuninya tinggal sedikit. Bagi perempuan,menangis adalah melepas emosi.

Ketika aku memandanginya. Tiba-tiba ia menolehku. Menatapku nanar. Tajam. Seolah ia adalah harimau yang akan menyergap mangsanya. Mungkin aku mangsanya.

Aku memalingkan muka. Takut.

***

Entah ada sesuatu yang mendorongku untuk melihatnya lagi. Menatapnya lagi. Setelah membersihkan air matanya. Dia kemudian berdiri,lalu berjalan memutari bangku dan menghampiriku. Kini jarak antara kami cumu 50 cm. Jantungku berdegub kencang. Aku diam menatapnya.  Terpaku. Keringat dingin mengalir deras. Dan kulihat,di sekelilingku. Semua teman sekelas menaruh pandangan ke arahku. Apa yang akan terjadi?

"Wadonan! Bandhot3! buaya darat! playboy! penipu! pembohong!" Dia manamparku. Mulutku benar benar terkunci. Aku bisu. Lidahku kelu. Aku tak dapat berkata apa apa. Bersuara pun tak bisa.

"Aku dulu pada omonganku. Mulut manismu. Janjimu. Setia padamu. Tulus mencintaimu. Tapi apa?, kau malah mengkhianatinya. Memang mulut tak selamanya harus di percaya. Aku memang lemah. Labil. Begitu mudahnya mempercayai mulut manismu. Tapi sekarang,aku sadar. Aku memang tertipu. Bodoh!. Bego!. Dan seharusnya, aku berterimakasih padamu. Karena aku telah mendapatkan pelajaran dari semua ini. Terimakasih."

Dia menamparku Lagi. Lagi dan lagi. Aku tak bisa apa apa. Seperti patung. Sekali lagi,mulutku terkunci rapat,membisu,dan lidahku kelu. Selanjutnya dia merobek robek kertas folio yang berisi tugas remidial kimia. Hawa Panas langsung menguasai tubuhku. Argh!!!

Catatan:
1) : Suka Main Wanita
2) :Dasar!
3) :Playboy

0 Comments
Posted in Arrangement, Art, Business

CERPEN: Pertemuan di dalam mikrolet

Karya Rana Pratama

Arkan dalam perjalanan pulang sekolah menaiki mikrolet. Pandangan mata Arkan masih saja tertuju pada gadis itu. Gadis yang baru pertama kali di lihatnya. Dalam hati arkan timbul rasa penasaran yang terus berkecemuk. Siapakah gadis itu?. Nafsunya mendorong dia untuk berkenalan.

Namun hati Arkan bimbang. Tak jelas kemana arahnya. Gadis berlesung pipi dan bermata indah itu membuat arkan tertarik. Tertarik untuk mendekatinya dan tertarik untuk mengenalnya. Siapakah dia? Ketika Arkan menaiki bus yang akan di tumpanginya. Ia langsung tersihir oleh senyuman gadis itu. Gadis itu duduk di jok dekat pintu. Siapapun yang akan menaiki mikrolet pasti akan langsung melihat gadis itu. Sementara itu,jok di dalam mikrolet itu penuh. Kebetulan ada yang kosong di samping gadis itu. Arkan memandangi gadis itu,lalu bilang:"permisi,mbak"

Gadis itu tersenyum memandangi arkan. Bagi Arkan,senyuman itu bertanda bahwa ia boleh duduk samping gadis itu.

Gadis itu mempunyai mata yang indah,Kulit sawo matang,lesung pipi,bibir tipis,dan rambutnya bergelombang hitam legam. Menurut Arkan,seragam yang ia kenakan menunjukan bahwa,mungkin anak ini sekolah di SMK 1 jurusan Administrasi perkantoran. Terlihat ia mengenakan pakaian yang amat rapi. Pake rok,jas,dan di tangan kirinya,jam tangan itu menggeleng. Seolah ia selalu di buru waktu. Atau mungkin,jam itu ia kenakan untuk bergaya saja. Lalu tonjolan dadanya,oh,tidak,pikiran arkan begitu kotor. Dia tersadar dari lamunannya setelah ketahuan memandangi gadis itu. Lalu ia berpura pura melihat keluar jendela bus untuk melihat kendaraan yang berlalu lalang.

Ia masih penasaran dengan gadis itu. Kadang ia mencuri-curi pandang. Ketika aksinya ketahuan, ia pura-pura melihat keluar lewat jendela kaca yang berada di samping itu. Siapa ya, namanya?,bathin Arkan. Sebenarnya aku ingin berkenalan dengan gadis itu. Tapi aku bingung,mau ngomong apa,dan mulai darimana aku memulai percakapannya. Takut ngga merespon. Takut di cuekin. Takut nggak nyambung. Argh,coba saja,Kata arkan mengakhiri kesimpulan pertimbangan pikirannya.

"hmm..." Arkan berdehem. "hay," ia menatap gadis itu.

Gadis tersadar dari lamunannya. Kaget.

"ya,ada apa?" Katanya sambil menatap arkan.

"kamu dari SMK 1,ya?"

"iya. memang kenapa?"

"kenal vivi nggak?"

"vivi siapa?" "dia sepupuku. Seragamnya seperti yang kau kenakan. Kalau nggak salah dia kelas XI. kamu si kelas berapa?"

"XI juga. Rasanya murid Sejurusan denganku banyak. Jadi aku tak kenal satu persatu. Lalu,mungkin harus terkenal agar aku mengenalinya"

"dia tidak terlalu terkenal. Tidak exis. Kurang menonjol. Dan Biasa saja"

"Kau namanya siapa?"

"Anggun"

"nama yang cocok"

"maksudnya?"

"nama yang cocok,karena mengambarkan sosokmu yang begitu anggun"

Gadis itu tertawa. "Kau sendiri?"

"Aku Arkan"

Mereka ngobrol ngalor ngidul yang intinya hanya sebuah basa-basi.

Di terminal Bobotsari. Mikrolet itu berhenti. Gadis itu duluan turun. Lalu Arkan mengikutinya. Bengong. Seolah pikiran Arkan terus mengikuti gadis itu. Benar benar cantik,dirimu. Ada sesuatu yang berdetak-detak,kencang.  Yang berasal dari dada arkan.

"De,bayar" Kata kernet mikrolet. Arkan kaget. "oh,ini mas" Katanya sambil memberikan uang Rp. 2.000,-
Arkan mengikuti gadis itu yang berjalan cepat. Kemudian mendekatinya dan menyamakan langkahnya. Berdampingan.

"panas banget yah," Kata Arkan sambil mengusap keringat.

"iya" Jawab gadis itu tampa menoleh.

"oh,pemanasan global"

"cuacanya yang panas"

"mungkin"Katanya.

"eh,kau pernah berfikir?"

"tentang apa?"

"kota ini"

"rasanya tidak."Kata Anggun.

"Memang Kenapa?"

"Lihat." Sambil menunjukan di sekitarnya. "Parkiran,PKL,oh.mengganggu. Aku tak enak memandanginya. Hak untuk pejalan kaki pun di curi oleh pedagang kaki lima. Padahal,itu di peruntukan pejalan kaki"

"Memang. Tapi mau bagaimana lagi, itulah kenyataannya."

"Dan kau pernah berangan angan?. Sebuah kota yang bersih dan nyaman. Sebuah trotoar yang leluasa kita melewatinya"

"begitulah. Itu hanya sekedar angan angan. Beda dengan kota di negara maju. Tokyo,singapura,new york,dan paris. Aku ingin kota seperti itu. Memacu rutinitas di dalamnya."

"mungkin kita mempunyai pikiran yang sama"

"itu hanya kebetulan"

"kapan ya,kota kita seperti itu?"

"besok"

"bagaimana caranya?"

"Kau harus menggusur PKL,membersihkan Semuanya yang menurutmu tak nyaman. kau harus menjadi pemimpin kota ini dan menyetting tata kota ini,sesukamu." Arkan tertawa.

"Rasanya aku tak ingin memiliki banyak musuh."

"kalo kau mau,lokalisasi mereka. Buatkan MOL untuk mereka."

"Oh,aku tak mau menjadi pahlawan"

"terus kalo kamu mau,buat kota sendiri."

"bagaimana mungkin?"

"tak ada yang tidak mungkin di dunia ini"

"iya si,tapi,kau pernah menyobanya?"

"belum"

"kenapa kau berkata seperti itu."

"ngomong itu mudah"

***

"Aku dulu ya," Kata Gadis itu. Lalu menaiki angkot warna biru.

"Hati hati" Ujar Arkan.

Ia kemudian berjalan memasuki gang di dekat perempatan. Jalan yang ia lalui untuk berangkat-pulang sekolah. Kemudian menyusurinya. Ia memapahkan langkahnya cepat. Dalam benak arkan,pikirannya masih tertuju pada gadis itu. Membayangkan sosoknya yang melekat dengan namanya,Anggun. Ia juga selalu terngiang kata kata gadis itu. Ia juga selalu membayangkan mata indah gadis itu seolah sedang menatapnya. Dan Ia juga membayangkan senyuman manis gadis itu. Tiba tiba ia teringat sesuatu. "Kenapa aku tidak meminta nomor HPnya?"

Arkan menepok Jidatnya.